Pages

Jumat, 05 November 2010

Listrik Tenaga Matahari (Bagian Pertama)

      Listrik menggunakan tenaga matahari (solar cell system) merupakan sesuatu yang harus kita kembangkan, mengingat BBM (bahan bakar minyak) yang suatu saat nanti akan habis. Indonesia sebagai negara tropis terletak pada sabuk katulistiwa, adalah negeri di mana matahari bersinar sepanjang tahun. Anehnya justru kita tergoda untuk mengembangkan listrik dengan tenaga yang lain, seperti tenaga nuklir.
     Memang jika ditinjau dari sisi ekonomis, penggunaan LTS (Listrik Tenaga Surya) pada perumahan di kota besar seperti Jakarta sangat tidak menguntungkan. Karena pasokan listrik PLN di kota tersedia, dan harganya sangat murah (karena disubsidi). Tetapi jika LTS digunakan untuk memasok listrik di daerah terpencil yang tidak terjangkau oleh PLN, LTS menjadi sangat efektif dan efisien. 
    Saya masih ingat, kira-kira 10 tahun yang lalu ada seorang teman yang bertanya kepada saya, mungkin tidak membangun LTS di perkebunannya yang tidak terjangkau PLN. Waktu itu saya menjawab mungkin, tetapi teknologinya belum saya kuasai. Saat ini jika teman tersebut masih memiliki angan yang sama, saya dengan pasti akan menjawab ya, dan akan membantunya membuat instalasi LTS pada kebunnya.
Listrik diperlukan di perkebunan khususnya untuk pengairan, dan pemberian pupuk cair. Yang pasti akan banyak manfaatnya jika listrik dapat masuk ke derah terpencil atau perkebunan (di daerah yang tidak terjangkau PLN).

Penguasaan Teknologi Listrik Tenaga Surya
    Sekitar 10 tahun yang lalu, saat saya praktek mengajar di sebuah sekolah kejuruan (SMK, dulu STM), saya diminta mengajar mata pelajaran Energi Listrik Alternatif. Dan saya mengambil Listrik Tenaga Surya sebagai bahan pengajaran. Entah mengapa saat itu sulit sekali mencari buku pegangan tentang LTS, sedang internet saat itu masih terbatas penggunaannya. Yang ada sebagai bahan referensi saat itu adalah foto kopian, dan sekarang sudah hilang entah kemana.
    Saya mengajarkan LTS ke siswa SMK hingga satu semester (6 bulan), dengan jumlah tatap muka per minggu satu jam. Suatu jumlah tatap muka yang kecil sekali bila kita sebagai bangsa berniat menguasai teknologi listrik tenaga surya. Sebetulnya bangsa kita (Indonesia) pada tahun 1970-an, melalui peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), pernah melakukan penelitian dan pengembangan teknologi listrik tenaga surya. Hingga pada pertengahan tahun 1980-an peneliti LIPI menyatakan Indonesia telah siap membangun pabrik solar cell atau solar panel, bahan dasar listrik tenaga surya. Namun hingga sekarang pabrik solar sel cuma menjadi angan-angan belaka. Dan kini sang peneliti tersebut telah pensiun dari LIPI.
   Saat ini saya kira kebutuhan akan energi listrik alternatif semakin meningkat, seiring dengan terbatasnya produksi BBM (bahan bakar minyak) yang merupakan sumber energi pada pembangkit-pembangkit listrik konvensional. Indonesia harus melihat bahwa penguasaan teknologi Listrik Tenaga Surya adalah langkah strategis demi peralihan sumber energi di masa depan.
   Saya kira bangsa-bangsa maju di Eropa (Jerman) dan Jepang (di Asia), juga tertarik untuk mengembangkan teknologi Listrik Tenaga Surya. Namun pengembangannya terbatas pada tuntutan pasar (untuk jualan semata), karena saya yakin negara seperti Jerman (atau negara lain di Eropa) merasa tidak cocok menggunakan LTS, karena jumlah sinar matahari yang terbatas. Sedang Jepang  dan Cina lebih memungkinkan mengembangkan teknologi ini karena ada sebagian wilayahnya yang mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun (seperti Indonesia).

Mengembangkan Listrik Tenaga Surya (LTS)
    Memang bila kita melihat keuntungan jangka pendek membangun LTS di rumah sebagai pengganti listrik PLN adalah pemborosan. Yang terbaik yang dapat dilakukan pertama adalah mengenalkan teknologi LTS kepada anak-anak muda melalui pendidikan formal (sekolah).
Langkah kedua, membuat lomba karya tulis atau penelitian dalam bidang Listrik Tenaga Surya, mulai dari level SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Langkah ketiga, adalah membangun pabrik solar sel (bahan baku LTS) di Indonesia. Di sini diperlukan keseriusan dari pemerintah pada usaha peralihan energi listrik. Daripada terus-terusan memberikan subsidi untuk listrik, lebih baik mulai saat ini sebagian uang subsidi dikumpulkan untuk membangun pabrik solar sel dan membiayai penelitian sumber energi listrik alternatif lainnya. Seperti Listrik Arus Laut, Listrik Tenaga Angin, dan Listrik Panas Bumi, mengingat Indonesia negara kepulauan (banyak laut), banyak angin, dan banyak gunung berapi yang masih aktif. 

0 komentar:

Posting Komentar